Monday, October 7, 2013

SEJARAH PAPUA



BAB I
PENDAHULUAN
Kata sejarah berasal dari beberapa bahasa. Secara harafiah berasal dari kata Arab yaitu syajaratun yang artinya pohon, keturunan, dan asal mula. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte ang berasal dari bahasa jerman, yang berarti sudah terjadi.
Adapun pengertian sejarah menurut beberapa ahli, diantaranya :
v  Prof. Bernhem dalam bukunya Die Geschichte Screibers, sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perbuatan manusia dalam perkembangannya sebagai mahluk sosial.
v  Ibnu Khaldun dalam bukunya Mukaddimah, sejarah berarti catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia dan tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak manusia atau peradaban dunia.
v  Nevins mengatakan sejarah adalah deskrispsi yang terpadu dari kedaan-keadaan atau fakta-fakta masa lampau yang ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran
v  J.V. Bryce mengatakan sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan   diperbuat oleh manusia.
v  Roeslan Abdul Gani dalam  bukunya Sosialisme Indonesia menyatakan bahwa  ilmu sejarah ibarat penglihatan tiga dimensi yaitu pertama penglihatan ke masa silam, kedua ke masa sekarang dan kemudian ke masa depan.
v  W.H. Walsh mengemukakan sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja bagi manusia. Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia di masa lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti.
v  Moh. Yamin mengatakan sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
Secara umum sejarah adalah suatu proses interaksi yang terus-menerus antara sejarawan dan fakta yang ada, yang merupakan dialog tidak berujung antara masa lalu dan masa sekarang. Artinya sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang sudah terjadi.
Pada penulisan kali ini, penulis mengangkat topik mengenai sejarah Papua. Karena Papua memiliki sejarah yang unik, budaya yang khas, dan masyarakat yang tradisional. Selain itu kelompok masyarakat separatis berada disana. Beberapa dari kelompok masyarakat Papua menginginkan Papua melepaskan diri dari NKRI. Mereka merasa seakan-akan masih terjajahi dengan bangsa Indonesia sendiri. Kurangnya perhatian dari pemerintah menyebabkan hal tersebut bisa terjadi.
Tujuan penulisan adalah untuk memahami suatu masyarakat bangsa atau daerah, organisasi, kelompok, individu, kita perlu mendalami sejarahnya. Membuat orang menyadari apa yang terjadi pada masa lalu sehingga mereka mungkin mempelajari dari kegagalan dan keberhasilan masa lampau serta mempelajari bagaiman sesuatu telah dilakukan pada masa lalu, untuk melihat jika mereka dapat mengaplikasikan maslahnya pada masa sekarang. Sejarah dapat membantu memprediksi sesuatu yang akan terjadi pada masa mendatang.
Menurut Filosof Tiongkok Confucius (551 – 479 BC) menyatakan bahwa sejarah mendidik kita supaya bertindak bijaksana. Sedangkan ahli sejarah Yunani Marcus Cicero (106 - 43 SM) mengatakan Histori ist Magistra Vitaeyang berarti sejarah bermanfaat sebagai guru yang baik dan guru kehidupan. Sebagai aparat intelijen, tentunya sejarah memiliki manfaat tersendiri khususnya dalam melaksanakan tugas di suatu daerah.

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN SEJARAH

2.1           Tahap Heuristik
Heuristic berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Menemukan fakta dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain adalah dengan kita menemukan tulisan. Dari sana dapat kita lihat sejak tahun berapa kira-kira tulisan itu di buat, siapa yang membuat dan untuk apa tulisan itu dibuat. Selanjutnya adalah pelaku sejarah. Pada pelaku sejarah ini ketika kita menemukannya, tentunya kita akan mencari tahu informasi yang sudah kita rencanakan. Anggap pelaku sejarah ini adalah target yang kita harus interview. Dari pertanyaan-pertanyaan yang sudah kita ajukan dan rencakan sebelumnya. Tentu itu akan memberikan kita mengenai informasi sejarah yang kita butuhkan.  Dengan saksi sejarah, saksi ini dapat terbagi menjadi 2, yaitu saksi berupa makhluk hidup dan saksi bisu. Saksi hidup dapat memberikan informasi sejarah kepada kita dengan kita berbicara dengannya, atau melihat keadaannya. Sedangkan saksi bisu adalah saksi yang tidak dapat berbicara untuk memberikan informasi sejarah. Biasanya saksi bisu ini berupa artefak-artefak, candi atau benda-benda kuno bersejarah lainnya. Mencari sumber dalam tahap heuristic membutukan waktu, biaya dan tenaga.
Pada tahap ini penulis melakukan pencarian data dengan study kepustakaan, yaitu mencari data- data dari berbagai sumber antara lain internet, buku-buku, dan artikel ilmiah. Hal ini tersebut dilakukan dengan tujuan mendapatkan fakta yang konkret sehingga tulisan ini dapat dipertanggung jawabkan isinya. Dalam hal ini penulis tidak melakukan penelitian dengan menemui atau meminta keterangan dari pelaku sejarah dan saksi sejarah karena keterbatasan waktu, biaya, tenaga serta jarak.
2.2          Tahap Analisis
Tahap analisis terbagi menjadi 2, antara lain kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern berasal dari luar. Apakah sumber tersebut adalah sumber yang dikehendaki? Apakah sumber tersebut asli? Apakah sumber tersebut otentik? Pertanyaan-pertanyaan itu merupakan pertanyaan kritik ekstern. Sedangkan kritik intern, berasal dari dalam pengamatnya. Hal itu terdiri dari penilaian intrinsic/penilaian dari dalam, dan membandingkan dengan sumber lain. Kita harus cross check dalam mencari informasi agar informasi yang kita peroleh akurat.
Pada pelaksanaan kritik ekstern penulis melakukan analisa terhadap sumber- sumber informasi yang di temukan. Penulis menemukan beberapa sumber diantaranya dari website, buku dan artikel ilmiah. Lalu penulis menyeleksi data- data yang penting untuk dijadikan bahasan dalam tulisan ini. Data yang dipaparkan adalah asli dan otentik, karena diambil dari sumber-sumber terpercaya yang sudah diteliti sebelumnya. Kemudian pelaksanaan kritik intern penulis membandingkan sumber-sumber yang ada, penulis melihat adanya kesamaan data sehingga membuat penulis lebih percaya akan keaslian dan otentikasi dari data.
2.3          Tahap Interpretasi
Pada tahap ini disebut juga sebagai Tahap Sintesis. Setelah penulis melakukan analisa data kemudian dalam tahap ini penulis menetapkan data-data yang akan diambil sebagai bahan bahasan dalam tulisan ini. Dengan telah dilakukannya analisa sebelumnya, penulis yakin bahwa data yang digunakan merupakan data yang teruji dan bermakna.
2.4          Tahap Historiografi
Setelah dilakukan ketiga tahap sebelumnya, kemudian pada tahap ini penulis akan menyajikan data yang sudah terseleksi dengan sistematika penulisan yang benar agar pembaca dapat dengan mudah memahami dan tertarik untuk membaca tulisan ini. Penulis membagi tulisan menjadi 4 Bab, Bab I yaitu Pendahuluan yang menjelaskan tentang pengertian sejarah, manfaat dan kegunaan sejarah serta alasan mengapa penulis memilih tema Provinsi Papua, BAB II yaitu Metodelogi Penelitian yang menjelaskan tahapan penelitian yang dilakukan penulis terdiri dari Tahap Heuristik, Tahap Analisis, Tahap Interpretasi dan Tahap Historiografi, BAB III Pembahasan terdiri dari Sejarah Provinsi Papua, Pembabakan Waktu Sejarah Secara Kronologis, lambang Provinsi Papua, BAB IV Penutup terdiri dari Kesimpulan yang menjelaskan kekuatan dan kelemahan Provinsi Papua, Saran yang mana penulis menuliskan saran tindak yang dilakukan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1           SEJARAH PAPUA
 

Sebelum abad VI dan VII sesudah Masehi pulau Papua yang terbesar kedua di dunia ini masih belum dikenal oleh dunia. Dunia hanya mengenalnya sebagai sebuah daratan yang tak dikenal. Papua dikenal oleh bangsa luar setelah abab VI dan VII sesudah Masehi melalui perdagangan dan pelayaran para pedagang Persia dan Gujarat serta pedangang-pedagang yang berasal dari daerah India ataupun dari daerah Timur Tengah. Ketika mereka melihat pulau itu menyebutnya dengan Dwi Panta dan juga Samudranta yang artinya Ujung Samudra atau Ujung Lautan. Dua abad kemudian para pelaut dan pedagang Cina melakukan transaksi dagang. Mereka membeli burung Nuri, Kakaktua, dan burung-burung kuning dengan cara barter berupa Piring, Bangkok Porselin, dan benda-benda lain.


Awal abad XVI Masehi Antonio d’Abrau pada tahun 1511 dan Francesco Serano pada tahun 1521 menyebut wilayah besar itu dengan nama “Os Papuas” atau Ilha de Papo Ia. Tahun 1526-1527, Don Jorge de Menetes juga berasal dari Portugis menamakannnya Papua. Nama Papua diketahui dalam catatan harian Antonio Figafetta, yaitu juru tulis pelayaran Magelhaens yang mengikuti sang pelayar pergi mengelilingi dunia dengan menggunakan kapalnya ketika itu.
Nama Papua diketahui saat ia singgah di Tidore dan saat itulah nama Papua lebih dikenal di seluruh dunia. Dalam bahasa Tidore Papo ua artinya tidak bergabung. Pelaut Spanyol Alvaro de Savedra yang tidak bersamaan dengan pelayaran Magelhaens ketika menancapkan jangkar kapalnya di pantau Utara Papua tahun 1528, ia menamai pulau itu Isla del Ora atau Island of Gold yang artinya pulau emas. Pelaut Spanyol lain, Ini Go Oertis de Retes memberikan nama Nueva Guinea (Nova Guinea, bahasa latinnya atau Netherland Nieuw Guinea, diberikan oleh orang Belanda). Ia memberikan nama itu setelah ia melihat penduduknya mirip dengan penduduk Guinea
yang berada di daratan Afrika dengan warna kulit yang khas.
Nama Papua dipertahankan hampir dua abad lamanya baru kemudian muncul Nieuw Guinea. Pada abad ke-19 kedua nama ini dikenal secara luas. Nama Nieuw Guinea terkenal sejak abd ke-16 setelah tampak dipeta dunia
dan dipakai oleh dunia luar terutama negara-negara Eropa. Pada tahun 1940-an di kampung Harapan Holandia (sekarang Jayapura) beberapa dewan suku antara lain Frans Kasiepo, Corinus Krey,Yan Waromi dari sekolah pemerintahan yang didirikan oleh Residen JP Van Eechoud mengadakan pertemuan dalam rangka mewujudkan “Papuanisasi” dengan tujuan yaitu memunculkan ide pergantian nama menjadi nama Papua.

Ide tersebut terwujud pada pertemuan kedua di Ifar Gunung Holandia. Mereka memilih sebuah nama yang berasal dari Biak dan nama tersebut diambil dari sebuah mitos Mansren Koreri, yaitu Irian. Dalam bahasa Biak Iri artinya tanah dan An artinya panas, jadi Irian berarti tanah panas. Namun menurut Koentjaraningrat Irian (Iryan) berarti “sinar matahari yang menghalau kabut di laut”, sehingga ada harapan bagi para nelayan Biak untuk mencapai tanah dataran seberangnya. 


Pada tanggal 16 Juli 1946 nama Irian disosialisasikan di konferensi Malino oleh Frans Kasiepo melalui pidatonya mewakili Papua. Selanjutnya nama Irian dipolitisir lewat para pejuang merah putih seperti Marthen Indey, Silas Papare, dan para Digulis lainya pada masa perjuangan perebutan Papua dari tangan Belanda untuk Ikut Republik Anti Netherland (IRIAN).

Nama tersebut tidak terkenal di seluruh dunia sekalipun sudah sekian lama dicetuskan oleh para pembela merah putih. Sepanjang Konferensi Meja Bundar hingga penyerahan Papua tetap masih menggunakan West Nieuw Guinea. Nama Irian secara umum digunakan setelah tanggal 1 Mei 1963 dengan sebutan Irian Barat . Pada tanggal 1 Meret 1973 sesuai dengan peraturan No. 5 tahun 1973 nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto dengan nama Irian Jaya. Pergantian tersebut dilakukan bersamaan dengan peresmian eksplorasi PT Freeport yang telah masuk ke Erstberg jauh sebelum UU PMA Nomor 1 tahun 1967 itu disahkan (sebelum Papua sah menjadi bagian dari Indoneia melalui PEPERA pada tahun 1969).
Lambang Papua
Lambang diatas mengandung beberapa makna, antara lain :
v    Bingkai bersudut lima, adalah lambang Persatuan Daerah Papua. 
v    Tiga buah gunung  warna hijau, adalah lambang kesuburuan dan kekayaan
                darat Papua. 
v    Tiga buah puncak salju putih, adalah lambang ciri khas pegunungan Papua.
v    Tujuh belas butir padi, adalah lambang tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI.
v    Delapan buah kapas, adalah lambang bulan Proklamasi Kemerdekaan.
v    Lima buah yang diikat dengan sehelai pita berbentuk nomor 4, adalah
lambang  tahun Proklamasi 1945.
v    Tumpukan batu yang diatur memanjang dibawah tiga tuguh, adalah
 lambang rentetan perjuangan yang suci dan mulia.
v    Tiga tuguh warna putih sebelah kiri dan warna hitam sebelah kanan,
                adalah lambang tiga momentum perjuangan.
v    Warna dasar kuning keemasan, adalah lambang kejayaan hasil kekayaan
tambang bumi Papua.

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya dengan berjalannya waktu, masyarakat Papua mulai memahami bahwa nama-nama tersebut menunjukkan sebuah nama yang bermuatan politik. Masyarakat Papua mulai menyadari bahwa nama-nama tersebut bukan berarti konstan dan abadi. Mereka terus mencari sebutan yang benar-benar menunjukkan identitas Papua yang rasional bukan politis. Dengan berjalannya waktu, masyarakat Papua menyadari bahwa nama Papua adalah sebuah nama yang menunjuk pada identitas orang Papua. Namun, antara tahun 1973-2000 nama Papua dilarang digunakan di Papua. Orang yang menggunakannya dianggap Organisasai Papua Merdeka (OPM) sehingga banyak dari mereka yang dibunuh atau dipenjara.
Setelah melalui masa-masa refresif antara tahun 1973 hingga tahun 2000, akhirnya pada tanggal 26 Desember 2001 Presiden Abdulrahman Wahid memberikan hadiah natal menggantikan nama Irian Jaya menjadi Papua perjuangan rakyat Papua. Namun, hingga saat ini, orang Papua merasa pas menyebut pulau cenderawasih itu dengan, Papua Barat/West Papua. Walaupun demikian, masalah Papua tak pernah berhenti dibicarakan. Berbagai fenomena politik dan kemanusiaan serta masalah budaya dan ekonomi masih menyisakan pertanyaan-pertanyaan. Mengapa masalah masih terus menghinggapi Papua?
Akumulasi permasalahan yang terjadi pada masyarakat Papua sekarang ini mendorong lahirnya dua kelompok perlawanan sosial, yakni Presidiun Dewan Papua (PDP) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kedua kelompok ini memiliki tujuan yang sama namun berbeda dalam strategi yang dibangun. OPM diciptakan oleh para penegak hukum Indonesia ketika memproses peradilan Terianus Aronggear pada 1964 yang  memimpin Organisasi dan Perjuangan Menuju Kemerdekaan Papua Barat, dan sejak itu nama OPM dipakai oleh kelompok-kelompok yang kegiatannya menentang pemerintah Republik Indonesia menggunakan perlawanan bersenjata. Berbeda dengan PDP, mereka menuntut kemerdekaan Papua dengan cara damai. Kelahiran PDP tidak lepas dari situasi politik transisional pada saat politik Indonesia sedang bergejolak. Oleh karena itu wacana politik yang dikedepankan adalah “Meluruskan Sejarah Integritas Papua”. Dengan ini kalangan pemimpinnya berharap pihak internasional, terutama PBB akan meninjau kembali status politik Papua.
Keadaan yang sedemikian kacau akan berdampak kepada suku asli Papua, masyarakat baik pendatang baru atau tidak. Warga pendatang yang digambarkan sebagai “kulit terang” sering di terror dan di intimidasi. Keadaan menjadi lebih buruk bagi transmigran, karena mereka menjadi korban dalam pertarungan OPM melawan militer Indonesia. Atas nama OPM pula militer Indonesia melakukan serangan fisik. Setiap kali ada penyanderaan oleh kelompok OPM, setiap kali itu ada pula dilakukan operasi militer besar-besaran di wilayah yang dianggap sebagai wilayah OPM. Bagi kebayakaan masyarakat Papua militer telah menjadi symbol representasi Indonesia sebagai rezim pembunuh rakyat. Oleh sebab itu, ketika gerakan Pro-Demokrasi mulai tumbuh dan melakukan kampanye HAM sejak 1994-1998 di Papua, rakyat Papua memberikan dukungan moral yang sangat besar. Isu HAM menjadi instrument yang efektif dalam memberikan tekanan politik dan delegitimasi terhadap keberadaan militer. Sejak itu militer merasa terancam dengan perkembangan gerakan HAM di Papua karena pada saat yang sama secara nasional dwifungsi juga sedang digugat. Masalah Papua mesti diselesaikan dengan nurani, bukan untung rugi, siapapun pengemban amanah rakyat harus mampu berkorban demi kejayaan Papua. Betapa beratnya masalah yang menyandang Papua, Papua adalah saudara kita yang perlu perhatian ekstra agar terus menjadi wilayah yang maju dan menjadi pembangunan dimasa yang akan datang.

BAB IV
PENUTUP
4.1           Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah dijelaskan pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
Kekuatan :
        Provinsi Papua terletak pada kondisi tanah yang relatif subur, kekayaan alam yang dimilikinya bisa membuat Papua menjadi Provinsi yang maju terutama dibidang ekonomi. Selanjutnya, kekuatan Papua dapat dilihat dari kehidupan yang terdiri dari berbagai macam suku. Hubungan yang kental antar sesama umat dapat meningkatkan jiwa persaudaraan yang kokoh. Banyak putra Papua yang brilian. Terbukti dari kemampuan putra Papua yang telah menorehkan prestasi tinggi baik di bidang akademik ataupun non akademik.
Kelemahan :
Permasalahan di Papua sudah berlangsung lama dan sangat kompleks yang merupakan masalah nasional. Dinamika perkembangannya tidak terlepas dari sejarah nasional Indonesia yang terjadi baik tingkat lokal maupun internasional. Perubahan yang cukup berpengaruh pada perkembangan masalah Papua dipicu oleh tuntutan dunia internasional dalam era globalisasi, antara lain keterbukaan, demokratisasi, HAM, dan pemberdayaan hak-hak masyarakat adat. Permasalahan separatis Papua sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1963 yang memperjuangkan kemerdekaan bagi Papua melalui kelompok-kelompok separatis bersenjata dan diakhiri dengan separatis politik. Isu-isu yang dikemukakan adalah keabsahan PEPERA, HAM, eksploitasi SDA, isu 5K (kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, ketidakadilan serta kesehatan yang buruk) danb isu internasional Papua. Pada akhir-akhir ini gerakan separatis tersebut semakin meningkat frekuensinya baik kelompok separatis bersenjata ataupun kelompok separatis politik. UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua beserta aturan pelaksanaannya termasuk pengucuran dana Otsus yang jumlahnya relatif besar belum mampu meredam keinginan kelompok separatis melepaskan diri dari NKRI. Selain hal tersebut, dalam Pasal 6 Ayat (2) UU Nomor 21 Tahun 2001 dinyatakan bahwa “DPRP terdiri atas anggota yang terpilih dan diangkat berdasarkan perundang-undangan” di sisi lain UU Nomor 10 2008 tentang Pemilihan Umun Anggota DPR dan DPD tidak mengakomodasi hak khusus masyarakat adat sebagai anggota DPRP.
4.2          Saran
Menanggapi permasalahan di Papua yang dapat memicu ATHG, penulis menyarankan sebaiknya pemerintah menyelesaikan masalah Papua secara kompherensif, integral, berkelanjutan, dan bermartabat yang dilakukan dengan tetap mengedepankan pendekatan budaya, tanpa mengabaikan penegak hukum guna meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan demi keutuhan NKRI. Upaya tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
v  Memberdayakan pemerintah daerah dan masyarakat untuk melakukan pendekatan terhadap kepada kelompok pelaku kriminal bersenjata.
v  Penegakan hukum terhadap kelompok pelaku kriminal besenjata secara profesional, adil, dan transparan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta menjunjung tinggi HAM.
v  Menghentikan segala bentuk gangguan keamanan dari berbagai kelompok kepentingan untuk memperoleh keuntungan baik perorangan maupun kelompok.
v  Memutus mata rantai pemasukan persenjataan baru dari pihak dalam maupun luar negeri pasca konflik.
v  Melaksanakan deteksi dini dan cegah dini untuk mengantisipasi terjadinya gangguan keamanan.
v  Mendorong media massa untuk memberitakan secara proporsional dan bertanggung jawab atas aksi-aksi kelompok kriminal bersenjata di Papua.

Al bahiji, Azmi. 2013. Sejarah 34 Provinsi Indonesia. Jakarta: Dunia Cerdas
Wawan H Purwanto. 2010. Papua 100 Tahun ke Depan. Jakarta: Cipta Mandiri Bangsa   
Anggar Kaswati. 1998. Metodologi Sejarah dan Historiografi. Yogyakarta: Beta Offset.
Abd Rahman Hamid dan Muhammad SH. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

BY Raka Bagus Adityo, Kurniawan Sujatmiko (bekasi:2013)

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
                                                               

No comments:

Post a Comment