A.
PENDAHULUAN
Negara
Indonesia adalah negara yang terletak diantara benua Australia dan benua Asia,
serta diapit
oleh Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Wilayah Indonesia terbentang dari
Sabang sampai Merauke dengan luas wilayah 1,904,569 km2 dan
17,508 pulau, dari wilayah yang begitu luas Indonesia memiliki banyak sumber
daya alam, mulai dari hutan yang hijau, aneka tambang, serta beraneka ragam
flora dan fauna.
Indonesia
pun memiliki begitu banyak sumber daya manusia, yang terhitung pada sensus
tahun 2011 adalah 237,424,363 penduduk, akan tetapi jumlah sumber daya manusia
yang begitu banyak ini belum bisa memanfaatkan sumber daya alam yang ada sehingga timbulah sebagian dari
masyarakat Indonesia tersebut tergolong
kedalam penduduk miskin.
Kemiskinan
itu sendiri adalah situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat
memenuhi makanan, pakaian dan perumahan
yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum.[1]
1.
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Faktor-faktor
penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam dua hal sebagai
berikut:
a. Faktor
Internal
Faktor- faktor internal ( dari dalam
diri individu atau keluarga ) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara
lain berupa kekurangmampuan dalam hal:
1. Fisik
(misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan)
2. Intelektual
(misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi)
3. Mental
emosinal ( misalnya malas, mudah menyerah, putus asa dan temperamental)
4. Spiritual
(misalnya jujur, pembohong,
serakah dan tidak disiplin)
5. Sosial
psikologis (misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/stress,
kurang relasi, kurang mapu mencar dukungan)
6. Keterampilan
(misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan
kerja)
7. Asset
( misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan,
kendaraan dan modal kerja).
b. Faktor
Eksternal
Faktor–faktor eksternal (berada diluar
individu atau keluarga) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain :
1. Terbatasnya
pelayanan sosial dasar
2. Tidak
dilindunginya hak atas kepemilikan tanah
3. Terbatasnya
lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal
4. Kebijakan
perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung
sektor usaha mikro
5. Belum
terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat
banyak
6. Sistem
mobilitasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang optimal (seperti
zakat)
7. Dampak
sosial negatif dari program penyesuaian structural ( structural adjustment
program/SAP)
8. Budaya
yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan
9. Kondisi
geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana
10. Pembangunan
yang lebih berorientasi fisik material
11. Pembangunan
ekonomi antar daerah yang belum merata
12. Kebijakan
publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.
2.
Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan.
Menurut hipotesis Kuznets pada tahap awal dari proses
pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati
tahap akhir dari pembangunan orang miskin berangsur-angsur berkurang. Hal ini
menggambarkan relasi antara pertumbuhan output agregat dan kemiskinan.
Elastisitas dari ketidak merataan dalam distribusi pendapatan terhadap
pertumbuhan pendapatan adalah satu komponen kunci dari perbedaan antara efek
bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (ada efek dari perubahan ketimpangan)
dari pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan. Kemiskinan tidak hanya
berkolerasi dengan pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN, tetapi juga
dengan pertumbuhan output disektor-sektor ekonomi secara individu. Menurut
studi Ravallion dan Datt (1996) menemukan bahwa pertumbuhan output
disektor-sektor primer khususnya pertanian jauh lebih efektif terhadap
penurunan kemiskinan dibandingkan sector-sektor sekunder. Dari hasil teori
diatas dapat dikatakan bahwa sector pertanian sangat efektif untuk mengurangi
kemiskinan di LDCs.
3.
Dua Belas Program Pengentasan Kemiskinan
Semenjak
tahun 2007 dimana dikeluarkanya 12 program pengentasan kemiskinan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyuno, penduduk miskin ini setiap tahunya semakin berkurang
dapat dilihat pada tabel berikut;
Tahun
|
Jumlah penduduk miskin
|
Persentase (%)
|
2012
|
28.594.600
|
11,66
|
2011
|
30.018.930
|
12,49
|
2010
|
31.023.400
|
13,33
|
2009
|
32.530.000
|
14,15
|
2008
|
34.963.300
|
15,42
|
2007
|
37.168.000
|
16,58
|
Sumber: http://www.bps.go.id
Program
pengentasan kemiskinan tersebut terdiri dari:
1. Bantuan
Langsung Tunai.
2. Swasembada
pangan.
3. Bantuan
pendidikan.
4. Bantuan
kesehatan.
5. Meningkatkan
pembangunan perumahan rakyat.
6. Melanjutkan
pemberian kredit mikro dan dana bergulir untuk koperasi, usaha kecil dan
menengah.
7. Bantuan
untuk petani.
8. Bantuan
untuk nelayan dan sektor perikanan.
9. Peningkatan
kesejahteraan pegawai negeri sipil.
10. Peningkatan
kesejahteraan buruh.
11. Bantuan
untuk penyandang cacat.
12. Pelayanan
publik yang lebih baik.
B.
PEMBAHASAN
Pada
Makalah ini akan dibahas mengenai tiga program pengentasan kemiskinan, yaitu:
1. Bantuan
Langsung Tunai.
2. Bantuan
pendidikan.
3. Bantuan
kesehatan.
1. Bantuan Langsung Tunai
Pada
tanggal 31 Januari 2007 Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam pidatonya di
Istana Negara mengeluarkan 12 program pengentasan kemiskinan, salah satunya
adalah BLT (Bantuan Langsung Tunai), yang mana pada tahun 2013 ini BLT tersebut
berganti nama menjadi BLSM (Bantua Langsung Sementara Masyarakat). BLSM juga merupakan
salah satu bentuk kompensasi dari pengurangan subsidi BBM, yang harga semula
Premium adalah Rp4500,-
menjadi Rp6500,-
dan Solar yang harga semula adalah Rp4000,-
Menjadi Rp5500,-.
BLSM
disalurkan dengan tujuan untuk mencegah penurunan daya beli masyarakat dan
kompensasi menyusul pengurangan subsidi BBM, karena pengurangan subsidi
menyebabkan kenaikan harga BBM yang diikuti dengan kenaikan harga-harga
kebutuhan pokok sehingga daya beli masyarakat menurun terutama masyarakat
miskin. Untuk itulah BLSM disalurkan. BLSM diberikan kepada Rumah Tangga Sasaran
(RTS) yaitu Rumah Tangga Miskin (RTM) yang ditandai dengan Kartu Perlindungan
Sosial.
SUMBER DATA KARTU PERLINDUNGAN SOSIAL
adalah Data Rumah Tangga Sasaran (RTS) bersumber dari Basis Data Terpadu (BDT)
yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Pendataan RTS telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), yaitu: Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) pada tahun 2005, Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) pada tahun 2008, dan yang terakhir PPLS pada tahun
2011.
Dalam
rangka meningkatkan keakuratan data RTS, metodologi pendataan RTS
disempurnakan, yang mana penyempurnaan metodologi tersebut dikoordinasikan oleh
TNP2K. Pendataan di lapangan untuk mencacah seluruh karakteristik Rumah Tangga
sasaran dilakukan oleh BPS. Hasil pencacahan tersebut disampaikan kepada TNP2K
untuk diolah sehingga menghasilkan 40% data Rumah Tangga dengan status sosial
ekonomi terendah. Data tersebut kemudian dikelola sebagai Basis Data Terpadu
(BDT).
Berdasarkan
Basis Data Terpadu (BDT), diputuskan bahwa KPS diberikan kepada 25% Rumah
Tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Sebagaimana diketahui, bahwa
jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada bulan September 2012
adalah 11,66%. Maka, pemberian KPS tidak hanya mencakup mereka yang miskin
namun juga mencakup mereka yang rentan.[2]
NO.
|
NAMA
PROPINSI
|
RTS TAHAP I
|
RTS TAHAP II
|
SELISIH RTS
TAHAP I DAN II
|
1.
|
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
|
356,720
|
353,434
|
3,286
|
2.
|
SUMATERA UTARA
|
746,220
|
730,711
|
15,509
|
3.
|
SUMATERA BARAT
|
275,431
|
266,960
|
8,471
|
4.
|
RIAU
|
227,656
|
214,350
|
13,306
|
5.
|
JAMBI
|
162,779
|
155,730
|
7,049
|
6.
|
SUMATERA SELATAN
|
419,579
|
413,224
|
6,355
|
7.
|
BENGKULU
|
121,574
|
116,059
|
5,515
|
8.
|
LAMPUNG
|
573,954
|
559,396
|
14,558
|
9.
|
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
|
41,635
|
41,458
|
177
|
10.
|
KEPULAUAN RIAU
|
64,732
|
60,819
|
3,913
|
11.
|
DKI JAKARTA
|
226,462
|
217,280
|
9,182
|
12.
|
JAWA BARAT
|
2,615,790
|
2,588,935
|
26,855
|
13.
|
JAWA TENGAH
|
2,482,157
|
2,444,667
|
37,490
|
14.
|
D I YOGYAKARTA
|
288,391
|
283,462
|
4,929
|
15.
|
JAWA TIMUR
|
2,857,469
|
2,761,558
|
95,911
|
16.
|
BANTEN
|
526,178
|
520,134
|
6,044
|
17.
|
BALI
|
151,924
|
148,667
|
3,257
|
18.
|
NUSA TENGGARA BARAT
|
471,566
|
470,431
|
1,135
|
19.
|
NUSA TENGGARA TIMUR
|
421,799
|
419,778
|
2,021
|
20.
|
KALIMANTAN BARAT
|
233,922
|
232,024
|
1,898
|
21.
|
KALIMANTAN TENGAH
|
83,711
|
82,659
|
1,052
|
22.
|
KALIMANTAN SELATAN
|
161,592
|
154,689
|
6,903
|
23.
|
KALIMANTAN TIMUR
|
147,718
|
143,775
|
3,943
|
24.
|
SULAWESI UTARA
|
161,089
|
156,156
|
4,933
|
25.
|
SULAWESI TENGAH
|
201,239
|
199,391
|
1,848
|
26.
|
SULAWESI SELATAN
|
484,617
|
460,247
|
24,370
|
27.
|
SULAWESI TENGGARA
|
158,716
|
158,480
|
236
|
28.
|
GORONTALO
|
89,918
|
89,487
|
431
|
29.
|
SULAWESI BARAT
|
75,453
|
75,328
|
125
|
30.
|
MALUKU
|
119,825
|
119,663
|
162
|
31.
|
MALUKU UTARA
|
55,531
|
55,531
|
0
|
32.
|
PAPUA BARAT
|
90,547
|
90,547
|
0
|
33.
|
PAPUA
|
435,003
|
435,003
|
0
|
Total
RTS Tahap I dan II
|
15,530,897
|
15,220,033
|
310,864
|
Dalam
pelaksanaanya, pemberian BLSM mengalami banyak masalah diantaranya adalah dalam
hal pendataan, masih banyak RTS yang tidak sesuai. Hal ini dikarenakan pada
pendataan daerah masih banyak yang menggunakan data lama, dan terjadinya proses
Kolusi dan Nepotisme. Misalnya saja aparat desa yang memasukkan nama-nama
keluarganya dalam RTS, padahal masih banyak keluarga lain yang lebih berhak
menerima bantuan tersebut. Sehingga dapat
dikatakan program BLSM dari pemerintah tidak tepat sasaran dan kurang berjalan
lancar.
2. Bantuan Pendidikan
Bantuan
pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS). Pada tahun 2003 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang
berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar atau wajib belajar.
Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar
merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang
tersebut adalah pemerintah
dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta
didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain
yang sederajat.
Salah
satu indikator penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun dapat diukur dengan
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP.
Pada tahun 2005 APK SD telah
mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai 98,11%, sehingga
program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi
Education For All (EFA) di Dakar. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan
pencapaian program wajib belajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009
pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program
BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas.
Pada
tahun 2012 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami perubahan mekanisme
penyaluran dan. Pada tahun anggaran 2011
penyaluran dana BOS dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah
kabupaten/kota dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk Bantuan Operasional Sekolah,
mulai tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan mekanisme yang sama tetapi
melalui pemerintah provinsi.[3]
Berikut
adalah rekap dana pada tahun 2011 triwulan Juli-September:
NO
|
Provinsi
|
Alokasi
SD
|
Penyaluran
SD
|
Alokasi
SMP
|
Penyaluran
SMP
|
Total
Alokasi
|
Total
Penyaluran
|
1
|
ACEH
|
Rp 206.579.531
|
Rp 19.494.311
|
Rp 116.509.630
|
Rp 11.992.174
|
Rp 323.089.161
|
Rp 31.486.485
|
2
|
BALI
|
Rp 168.328.156
|
Rp 21.930.716
|
Rp 100.345.785
|
Rp 12.962.119
|
Rp 268.673.941
|
Rp 34.892.835
|
3
|
BANTEN
|
Rp 498.430.543
|
Rp 106.981.936
|
Rp 219.708.275
|
Rp 45.926.738
|
Rp 718.138.818
|
Rp 152.908.673
|
4
|
BENGKULU
|
Rp 90.242.061
|
Rp 8.767.348
|
Rp 48.489.910
|
Rp 4.358.078
|
Rp 138.731.971
|
Rp 13.125.426
|
5
|
D.I. YOGYAKARTA
|
Rp 118.440.991
|
Rp 24.003.913
|
Rp 73.919.405
|
Rp 14.634.916
|
Rp 192.360.396
|
Rp 38.638.829
|
6
|
GORONTALO
|
Rp 57.720.779
|
Rp 11.021.553
|
Rp 25.114.475
|
Rp 4.913.041
|
Rp 82.835.254
|
Rp 15.934.594
|
7
|
JAKARTA
|
Rp 339.633.173
|
Rp 76.109.900
|
Rp 213.086.655
|
Rp 47.161.500
|
Rp 552.719.828
|
Rp 123.271.400
|
8
|
JAMBI
|
Rp 163.019.363
|
Rp 32.552.950
|
Rp 69.513.860
|
Rp 13.548.821
|
Rp 232.533.223
|
Rp 46.101.772
|
9
|
JAWA BARAT
|
Rp 1.920.738.008
|
Rp 336.379.791
|
Rp 954.671.320
|
Rp 167.711.105
|
Rp 2.875.409.328
|
Rp 504.090.896
|
10
|
JAWA TENGAH
|
Rp 1.378.099.453
|
Rp 317.506.235
|
Rp 761.502.030
|
Rp 175.907.399
|
Rp 2.139.601.483
|
Rp 493.413.633
|
11
|
JAWA TIMUR
|
Rp 1.300.474.261
|
Rp 235.843.178
|
Rp 728.092.550
|
Rp 134.049.901
|
Rp 2.028.566.811
|
Rp 369.893.079
|
12
|
KALIMANTAN BARAT
|
Rp 250.597.470
|
Rp 34.104.301
|
Rp 109.896.710
|
Rp 15.586.625
|
Rp 360.494.180
|
Rp 49.690.926
|
13
|
KALIMANTAN SELATAN
|
Rp 159.884.785
|
Rp 9.195.711
|
Rp 60.177.055
|
Rp 3.166.208
|
Rp 220.061.840
|
Rp 12.361.919
|
14
|
KALIMANTAN TENGAH
|
Rp 116.114.973
|
Rp 11.336.037
|
Rp 48.845.015
|
Rp 4.546.605
|
Rp 164.959.988
|
Rp 15.882.642
|
15
|
KALIMANTAN TIMUR
|
Rp 238.333.403
|
Rp 31.159.626
|
Rp 113.651.715
|
Rp 14.743.226
|
Rp 351.985.118
|
Rp 45.902.852
|
16
|
KEP. BANGKA BELITUNG
|
Rp 60.107.865
|
Rp 15.026.966
|
Rp 26.260.045
|
Rp 6.565.011
|
Rp 86.367.910
|
Rp 21.591.978
|
17
|
KEPULAUAN RIAU
|
Rp 73.089.255
|
Rp 16.020.714
|
Rp 33.043.635
|
Rp 7.021.353
|
Rp 106.132.890
|
Rp 23.042.066
|
18
|
LAMPUNG
|
Rp 366.860.115
|
Rp 47.996.694
|
Rp 183.039.705
|
Rp 24.422.404
|
Rp 549.899.820
|
Rp 72.419.098
|
19
|
MALUKU
|
Rp 99.146.181
|
Rp 1.865.999
|
Rp 52.101.995
|
Rp 878.228
|
Rp 151.248.176
|
Rp 2.744.227
|
20
|
MALUKU UTARA
|
Rp 69.244.775
|
Rp 10.179.684
|
Rp 33.461.365
|
Rp 5.174.196
|
Rp 102.706.140
|
Rp 15.353.881
|
21
|
NUSA TENGGARA BARAT
|
Rp 217.766.646
|
Rp 39.555.085
|
Rp 103.263.280
|
Rp 18.160.698
|
Rp 321.029.926
|
Rp 57.715.783
|
22
|
NUSA TENGGARA TIMUR
|
Rp 329.916.754
|
Rp 30.415.361
|
Rp 145.526.870
|
Rp 13.271.738
|
Rp 475.443.624
|
Rp 43.687.099
|
23
|
PAPUA
|
Rp 162.915.932
|
Rp 7.739.276
|
Rp 57.847.490
|
Rp 3.281.750
|
Rp 220.763.422
|
Rp 11.021.026
|
24
|
PAPUA BARAT
|
Rp 54.221.992
|
Rp 7.394.621
|
Rp 21.796.970
|
Rp 2.911.133
|
Rp 76.018.962
|
Rp 10.305.754
|
25
|
RIAU
|
Rp 304.656.542
|
Rp 30.821.002
|
Rp 128.953.705
|
Rp 13.050.384
|
Rp 433.610.247
|
Rp 43.871.385
|
26
|
SULAWESI BARAT
|
Rp 72.468.777
|
Rp 15.481.214
|
Rp 32.324.700
|
Rp 6.669.428
|
Rp 104.793.477
|
Rp 22.150.641
|
27
|
SULAWESI SELATAN
|
Rp 420.436.613
|
Rp 87.121.443
|
Rp 217.669.210
|
Rp 44.990.256
|
Rp 638.105.823
|
Rp 132.111.699
|
28
|
SULAWESI TENGAH
|
Rp 151.542.457
|
Rp 37.885.614
|
Rp 66.311.095
|
Rp 16.577.774
|
Rp 217.853.552
|
Rp 54.463.388
|
29
|
SULAWESI TENGGARA
|
Rp 139.636.353
|
Rp 27.974.590
|
Rp 66.563.755
|
Rp 13.331.376
|
Rp 206.200.108
|
Rp 41.305.966
|
30
|
SULAWESI UTARA
|
Rp 112.953.745
|
Rp 21.492.439
|
Rp 63.595.395
|
Rp 12.670.179
|
Rp 176.549.140
|
Rp 34.162.618
|
31
|
SUMATERA BARAT
|
Rp 268.948.241
|
Rp 31.458.104
|
Rp 119.778.210
|
Rp 14.000.270
|
Rp 388.726.451
|
Rp 45.458.374
|
32
|
SUMATERA SELATAN
|
Rp 371.368.289
|
Rp 35.845.631
|
Rp 185.275.190
|
Rp 17.007.594
|
Rp 556.643.479
|
Rp 52.853.224
|
33
|
SUMATERA UTARA
|
Rp 728.487.297
|
Rp 87.673.515
|
Rp 361.359.085
|
Rp 42.432.733
|
Rp 1.089.846.382
|
Rp 130.106.247
|
Sumber:
http://bos.kemdikbud.go.id
Dari
data tersebut terlihat betapa besarnya perhatian pemerintah terhadap
pendidikan, akan tetapi pendidikan sembilan tahun masih dirasa kurang. Namun
pada sembilan tahun tersebut pendidikan yang didapat siswa hanya pendidikan
dasar. Untuk pendidikan yang lebih tinggi sendiri mengalami penurunan drastis.
Dimana masyarakat yang kurang mampu mengalami kendala dana pendidikan sehingga
mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Kemudian banyak pandangan terutama masyarakat desa
yang masih belum berkembang, mereka lebih memilih untuk tidak melanjutkan
anaknya untuk menempuh pendidikan lanjut dan mengarahkan anaknya agar langsung
bekerja. Padahal untuk saat ini standar untuk mendapatkan pekerjaan semakin
tinggi, jika hanya menempuh pendidikan sampai SMA tidak akan menjamin mendapat
pekerjaan yang layak. Hal inilah yang menyebabkan kemiskinan karena pendapatan
masyarakat masih di bawah standar. Terlihat pada
tabel berikut:
Tingkat
pendidikan
|
Angka
Partisipasi Murni
|
SD/MI
|
92,43
|
SMP/MTs
|
70,73
|
SM/MA
|
51,35
|
PT
|
13,28
|
Sumber:
http://www.bps.go.id
3. Bantuan Kesehatan
Bantuan
kesehatan diberikan melalui bantuan operasional kesehatan yang adalah bantuan
dana dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam membantu pemerintahan kabupaten/kota melaksanakan pelayanan
kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dengan fokus
pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) melalui peningkatan
kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif.
No.
|
Indikator Kesehatan
|
2010
|
2011
|
|
1
|
Persentase
penduduk yang mengalami keluhan kesehatan pada
|
30,97
|
29,31
|
|
2
|
Persentase
persalinan ditolong tenaga kesehatan (dokter, bidan dan tenaga medis)
|
79,82
|
81,25
|
|
3
|
Balita
yang pernah mendapat imunisasi BCG (%)
|
92,73
|
94,85
|
|
4
|
Balita
yang pernah mendapat imunisasi DPT (%)
|
89,79
|
89,07
|
|
5
|
Balita
yang pernah mendapat imunisasi Polio (%)
|
90,56
|
89,34
|
|
6
|
Balita
yang pernah mendapat imunisasi Campak (%)
|
77,67
|
76,88
|
|
7
|
Rata-rata
lama (bulan) anak 2-4 tahun mendapat ASI
|
20
|
19,68
|
|
8
|
Rata-rata anak 2-4 tahun yang disusui
dengan makanan tambahan
|
15
|
14,98
|
|
9
|
Rata-rata
anak 2-4 tahun yang disusui tanpa makanan tambahan
|
5
|
4,7
|
|
10
|
Persentase
penduduk yang mengobati sendiri
|
68,71
|
66,82
|
|
11
|
Persentase
penduduk yang menggunakan obat tradisional
|
27,58
|
23,63
|
|
12
|
Persentase
penduduk yang berobat jalan sebulan yang lalu
|
43,99
|
45,8
|
|
13
|
Persentase
penduduk yang rawat inap setahun terkahir
|
2,51
|
2,1
|
Pada
segi kesehatan ini dilihat bahwa terdapat beberapa hal yang jumlahnya meningkat
dan ada juga yang jumlahnya menurun. Perkembangan pada kesehatan ini belum
mengalami perkembangan yang begitu pesat, persentase anggaran untuk kesehatan
pada APBN dari tahun 2005-2013 hanya berkisar pada 2%. Bahkan dari dana yang
telah dianggarkan tersebut, dalam pelaksanaanya nanti masih ada kemungkinan
untuk mengalami pengurangan atau pemotongan yang diakibatkan korupsi ataupun
penyelewengan dana. Dalam masalah
bantuan kesehatan biasanya juga terdapat kesalahan dalam administrasi saat
dirumah sakit atau puskesmas, sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat sering
mengalami keterlambatan pelayanan kesehatan.
C.
KESIMPULAN
Pada
program-program yang telah diselenggarakan oleh pemerintah ini sejak tahun
2007, dalam pelaksanaanya masih terdapat banyak kekurangan dan penyimpangan.
Misalnya pada penyaluran dana bantuan, terdapat kesalahan-kesalahan pada
pendataan penerima bantuan tersebut.
Namun
secara garis besar program tersebut telah berhasil untuk mengurangi angka
kemiskinan di Indonesia, terlihat pada
tabel berikut:
Tahun
|
Jumlah penduduk miskin
|
Persentase (%)
|
2012
|
28.594.600
|
11,66
|
2011
|
30.018.930
|
12,49
|
2010
|
31.023.400
|
13,33
|
2009
|
32.530.000
|
14,15
|
2008
|
34.963.300
|
15,42
|
2007
|
37.168.000
|
16,58
|
Dari
berhasilnya program-program tersebut dalam mengurangi angka kemiskinan, maka
sebaiknya program-program tersebut tetap dilanjutkan dengan perbaikan-perbaikan
pada saat pelaksanaanya di lapangan.
Sehingga penyaluran bantuan dalam pengentasan kemiskinan tersebut tepat sasaran
dan masyarakat merasakan hasil dari program pemerintah tersebut.
No comments:
Post a Comment