Monday, September 30, 2013

KETAHANAN ENERGI



v KETAHANAN ENERGI
            Kebutuhan energy merupakan sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia saat ini, energy mempunyai peranan penting dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berkelanjutan sesuai kesepakatan dunia dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD). Pemakaian energy dunia untuk waktu mendatang, seperti diperkirakan Energy Information Administration (EIA) hingga tahun 2025 masih didominasi oleh bahan bakar dari fosil seperti minyak, gas alam, dan batubara, sementara untuk energy terbarukan masih relative sedikit. Sedangkan dari segi pemakaian, sumber energy minyak secara global didominasi untuk transportasi, dan sampai 2025 diperkirakan masih terus berlanjut bahkan meningkat.
             Penggunaan energy di Indonesia juga seperti yang terjadi di dunia secara umum, meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian, dan perkembangan teknologi. Dari segi cadangan, Indonesia masih mempunyai cukup besar, tetapi permasalahan utama yang terjadi di Indonesia adalah kebijakan yang belum dapat menciptakan ketahanan energy secara nasional.  Masih banyak yang belum mendapatkan pasokan energy seperti listrik, produksi minyak yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga perlu impor, harga minyak yang disubsidi memberatkan keuangan pemerintah, dan jika dilakukan penyesuaian dengan harga internasional terjadi gejolak di masyarakat karena daya beli yang masih rendah. Dengan kebutuhan energy yang demikian besar, beberapa negara seperti di Jepang, Malaysia, Thailand, mencanangkan penghematan energy. Malaysia mencanangkan program SREP (Small Renewable Energy Power), sedangkan Thailand membentuk EPPO (Energy Policy and Planning Office). EPPO diarahkan untuk menekan pemakaian energy fosil sampai 70% dengan strategic plan energy conservation selama sepuluh tahun. Strategi tersebut diutamakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energy pada sector transportasi, industry, dan rumah tinggal. Untuk menuju hal tersebut dilakukan pengembangan sumber daya manusia dan meningkatkan kesadaran masyarakat dengan berbagai kampanye. Sedangkan untuk energy alternative, Thailand membentuk DAEDE (Departement of Alternative Energy Development and Efficiency). Saat ini penggunaan energy terbarukan di Thailand sudah mencapai 17% dari seluruh pemakaian energy, dan kemampuan domestic untuk hal tersebut mencapai lebih dari 53%, sedangkan untuk impor sekitar 46%.
            Dalam mengatasi permasalahan di bidang energy di Indonesia, telah dibuat berbagai kebijakan namun kebijakan tersebut belum dapat menjawab permasalahan secara menyeluruh, sehingga untuk operasional kebijakan itu dibuatlah cetakbiru pengelolaan energy nasional 2005 – 2025 yang mencanangkan, antara lain :
1.      Pemakaian energy mix untuk minyak menjadi 26,2 %
2.      Gas bumi 30,6%
3.      Batubara 32,7%
4.      PLTA 2,4%
5.      Panas bumi 3,8%
6.      Energi lainnya sebesar 4,4% yang terdiri dari biofuel, tenaga surya, tenaga angin, fuelcell, biomasa, tenaga nuklir, dan lain –lain.
Cetakbiru tersebut belum diformalkan menjadi kebijakan pemerintah, sehingga belum secara nasional menjadi acuan.

v KETAHANAN ENERGI NASIONAL
            Kebutuhan energy Indonesia meningkat secara eksponensial dari tahun ke tahun. Indonesia tidak bisa lepas dari sumber daya energy yang sekarang masih dipakai, terutama bahan bakar fosil yang dalam sekian banyak penggunaan di konversi menjadi energy mekanis, misalnya pada kendaraan bermotor, atau dikonversi menjadi energy listrik sebagaimana penggunaan batubara untuk pembangkit tenaga listrik. Cadangan minyak bumi Indonesia kian menipis, bahkan bisa jadi akan habis dalam waktu kurang dari 30 tahun. Artinya kita tidak dapat terus – menerus menguntungkan sumber energy kita melalui bahan bakar fosil, jika 30 tahun kedepan Indonesia masih bergantung pada sumber energy minyak bumi, kita harus impor minyak bumi dalam jumlah yang sangat besar. Efek langsung yang akan terasa adalah transportasi lumpuh, dan berdampak pada sektor-sektor penting lainnya, Indonesia kolaps tahun 2040. Untuk bisa menjaga ketahanan energy nasional, perlu ada inovasi di bidang energy. Ketahanan energy nasional ini sama pentingnya dengan ketahanan pangan, ketahanan militer, ketahanan sosial, dan ketahanan ekonomi.
            Kondisi energy Indonesia saat ini masih mengandalkan migas sebagai penghasil devisa maupun untuk memasok kebutuhan dalam negeri. Meskipun Indonesia memiliki potensi yang beragam, namun pengelolaan dan penggunaannya belum optimal. Potensi energy tersebut antara lain: energy nabati, gas, panas bumi, energy nuklir, energy surya, energy angin, dan energy laut.
            Tantangan pemerintah ke depan adalah memperkuat ketahanan energy nasional melalui berbagai perangkat kebijakan yang ditujukan untuk mendorong pengembangan energy baru dan terbarukan guna mencapai energy bauran, meningkatkan efisiensi dan konservasi energy, serta memperkuat peran pemerintah sebagai regulator kebijakan energy. Dalam konteks ketahanan energy yang perlu di garis bawahi adalah, bahwa aspek jaminan pasokan energy harus diimbangi dengan adanya akses (daya beli) masyarakat terhadap energy. Pemerintah telah membuat sejumlah kebijakan untuk memperkuat ketahanan energy nasional, antara lain melalui: pengembangan kebijakan energy yang bertumpu pada kebutuhan (demand side management), menekan subsidi minyak bumi seminimal mungkin, pembaharuan kebijakan energy guna memperkuat good-governance di sector energy nasional, dan memperkuat kerangka legislasi, dan kebijakan diverifikasi energy melalui pengembangan energy baru dan terbarukan dan energy alternative.
            Selain itu Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama terkait dengan pengelolaan sumber energy baru dan terbarukan, dalam waktu yang relative cepat, melalui proses alih teknologi dengan melakukan kerjasama strategis dengan mitra dari  negara lain tanpa menggangu kepentingan nasional.

( AHMAD SETIAWAN ; Bogor )

No comments:

Post a Comment