Sistem
Politik Indonesia
MATERI POKOK
1.
Demokratisasi
2.
Reformasi
3.
Sistem Politik
Demokratisasi : Otoriter menuju Demokrasi
Menurut Samuel
P. Huntington
Demokratisasi adalah sebuah gelombang transisi
rezim-rezim non demokrasi menuju rezim-rezim demokrasi dalam suatu kurun
waktu tertentu dan dalam jumlah yang signifikan dibanding jumlah transisi
kearah kebalikannya.
Syarat demokratisasi ada 3 hal :
1.
Berakhirnya rezim otoriter
2.
Dibangunnya rezim demokrasi
3.
Konsolidasi dari rezim demokrasi
Pada abad ke 8 pada zaman kerajaan (abad
pencerahan) kehidupan politiknya didominasi oleh kepala negara (raja) dan pihak
gereja (Paus). Raja mengatur bidang duniawi sedangkan Paus mengatur masalah
agama/akhirat. Sehingga rakyat merasa tertekan dengan keadaan tersebut. Setelah
itu rakyat melakukan gerakan reformasi.
Gerakan reformasi adalah gerakan membaca
buku-buku karya Yunani Kuno dimana demokrasi berjalan dengan baik.
Menurut Joseph
Schumpeter
- Demokrasi
mensyaratkan pemilihan umum
(ellection)
- Demokrasi
adalah prosedur kelembagaan untuk
mencapai keputusan politik yang didalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan
yang kompetitif dalam rangka memperoleh suara rakyat.
Huntington
menegaskan kembali bahwa demokrasi tidaknya suatu sistem politik sangat
bergantung pada sejauh mana para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat
dalam sistem itu dipilih melalui pemilu yang adil, jujur dan berkala dan dalam
sistem itu para calon secara bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir
semua penduduk dewasa berhak memberikan suaranya.
Menurut Robert A. Dahl dalam polyarchy
mengatakan bahwa disamping pemilu sebagai syarat demokrasi juga penting adanya kebebasan berekspresi, kebebasan mengakses
informasi, dan kebebasan berasosiasi.
Masa
Reformasi
1.
Mewujudkan check and balances dengan mengurangi kekuatan eksekutif dan
menambah kekuatan legislatif. Contoh : dalam
pembuatan Perpu.
2.
Meminggirkan militer dari panggung sipil dan
meningkatkan civil society.
3.
Membangun nilai demokrasi dengan menyelenggarakan pemilu dengan
mengeluarkan UU mengenai pemilu tahun 1999, UU kebebasan mendirikan partai
politik tahun 1999, dan UU otonomi
daerah.
Gelombang
Demokratisasi
Sebelum perang dunia I terjadi gelombang
demokratisasi yang pertama dan setelah perang dunia II terjadi gelombang yang
kedua dan sekitar tahun 70an mulai gelombang yang ketiga.
1.
Negara yang mengikuti gelombang Demokratisasi
pada gelombang pertama tidak semua berhasil (gagal mendirikan negara demokrasi,
akhirnya terkena gelombang arus balik menjadi otoriter).
2.
Yang tidak berhasil pada gelombang pertama
kemudian mengikuti gelombang yang kedua. Indonesia termasuk dalam gelombang
kedua yaitu pada tahun 1945 sampai 1959 dan gagal. Setelah itu indonesia
mengikuti gelombang yang ketiga pada tahun 1998 sampai sekarang.
Lins and
Stephen mengelompokkan elite kedalam 4 kelompok, yaitu :
1.
The
state (public agency) elite disini meliputi kepala daerah dan elite
birokrasi lainnya.
2.
Political
society (masyarakat politik) yang terdiri dari berbagai elite
partai-partai politik (DPP dan pengurus inti partai)
3.
Economic
society yang terdiri dari berbagai pengusaha, ketua asosiasi dagang dan
koperasi (para konglomerat).
4.
Civil society yang
memiliki karakteristik sukarela dan mandiri dari pengaruh negara, meliputi
elite dari beragam organisasi sosial, jaringan LSM, media masa, dan intelektual
kampus.
Budaya
Politik secara sederhana dapat diartikan sebagai orientasi politik atau cara pandang baik individu maupun
kelompok masyarakat terhadap politik. Budaya politik terdiri dari sejumlah
nilai dan norma yang digunakan sebagai dasar untuk menilai atau
menginterpretasikan politik. Melaui budaya politik individu-individu dapat
menempatkan diri mereka dalam peran-peran maupun identifikasi politik.
Berdasarkan struktur masyarakat vertikal maupun horizontal maka budaya
politikpun dapat dipahami melalui dua sudut madang tersebut (vertikal maupun
horizontal). Misalnya budaya politik horizontal terwujud melalui keterikatan kepada
kolompok yang sederajad seperti budaya politik kesukuan (contoh budaya politik
jawa), budaya politik agama (contoh budaya politik islam). Sedangkan dalam
budaya politi vertikal, budaya politik tercermin dalam budaya politik elite dan
budaya politik massa.
Budaya politik dapat dipertahankan namun
cenderung berubah melalui sosialisasi politik (proses pewarisan nilai-nilai
politi dari generasi ke generasi selanjutnya/pendidikan politik). Budaya
politik berisi nilai-nilai dan norma-norma yang dijadikan dasar untuk
menginterpretasikan politik. Biasanya beckground dari penilai menentukan
penilaiannya, jika seseorang berasal dari keluarga yang islami maka
penilaiannya juga akan berdasar pada nilai-nilai islam.
Hubungan pemimpin dengan yang dipimpin adalah hubungan yang sifatnya total yaitu yang dipimpin menyerahkan
pengaturan seluruh kehidupannya kepada raja.
Perubahan
Hubungan/Ketaatan Total dari Zaman Kerajaan, Masuknya Islam, dan Masa Kolonial Belanda.
Hubungan total susah diubah, bahkan budaya
tokoh-tokoh islampun tidak mudah untuk merubah untuk merubahnya. Dan ulama’ pun
menyadari hal itu. Dan ulama; mencoba masuk dalam budaya tersebut. Contohnya
dengan menggunakan wayang, padahal wayang dilarang dalam agama islam tapi hal
ini di sikapi dengan tidak menggambarkan tokoh sebagaimana orang pada umumnya. Masuk belanda mengajarkan
hubungan yang rasional artinya masih memperhitungkan untung rugi. Rakyat dan
pegawai diperkenalkan taat kepada pemimpin sebatas hanya pada kontrak dan atas
ketaatannya pegawai dari kerjaannya memperoleh gaji/imbalan. Pada masa inilah
pemahaman terhadap hubungan total berubah dari zaman kerajaan dan masuknya
islam
.
PATRON-Client –
perpaduan hubungan awal (total) dengan hubungan yang rasional atau hubungan
bapak anak. Sehingga ketaatan rakyat tidak sekuat dulu. Rakyat hanya akan taat
pada pemimpin yang bisa menjamin rakyatnya. Patron (keturunan raja) sekarang
bukan hanya lurus pada keturunan raja saja akan tetapi muncul patron-patron
baru yaitu pemerintah birokrasi sekarang ini, spt presiden, bupati, gubernur,
dll. Client taat pada patron ketika patron bisa melindunginya yang bisa membuat
clientnya puas.
Titik ekstrim kiri negara sebagai pemegang ekonomi/pasar dan inilah yang
disebut negara totaliter. Sedangkan pada ekstrim kanannya pasar sebagai
pemegang tunggal pasar dan inilah neoliberalism. Jika ingin melihat posisi
indonesia coba lihat pasal 33 UUD 45. Kinnesianism berarti ada campur tangan
negara dalam kegiatan pasar.opendoor police membuka pintu untuk menanam dana
asing tahun 70an. Akan tetapi tindakan suharto ini bukan memajukan industri
mala memperbanyak penganngguran.
Fungsi
rekrutmen elite
1.
Nominasi
calon (Candidate nomination) : bagaimana
parpol itu menyiapkan calon. Terlihat sampai saat ini parpol belum bisa
menyiapkan calon-calon yang baik, terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang
menjerat penduduk Dewan. Sehingga fungsi Parpol adalah menyiapkan calon-calon
yang baik dan rakyat tinggal memilih dari hasil pencalonan oleh parpol. Lalu
bagaimana para Parpol dalam merokrut calonnya? Ada dua jalur, yaitu jalur biasa
dan luar biasa. Yang seharusnya di lakukan adalah jalur biasa yaitu dengan
merekrut pemudah terbaik ataupun pemuda itu yang melamar menjadi anggota
parpol. Selanjutnya diberikan pendidikan bertingkat (pengetahuan mengenai
parpol tersebut, kabangsaan, nasionalisme, dsb). Sedangkan jalur yang luar
biasa adalah perekrutan dengan melihat kekayaan, popularitas sosial, link atau
koneksi dengan pejabat/anggota dewan. Dengan demikian calon-calon yang
diperoleh akan seperti yang kita lihat sekarang ini. Calon tidak akan siap
dengan keadaan yang akan dihadapi karena tidak melalui tahapan pendidikan
terlebih dahulu. Faktanya banyak anak-anak ketum parpol yang terbawa orang
tuanya kedalam partai tersebut.
2.
Mobilisasi
elektoral (Elektoral Mobilization) : bagaimana memobilisir pendukung dalam
pemilu. Seharusnya dalam kampanye itu parpol harus menjelaskan parpolnya kepada
calon pemilih. Tetapi yang terjadi sekarang adalah manipolitik (sogokan/membeli
suara), paksaan, ancaman. Misal pegawai negeri itu wajib memilih golkar. Namun
yang dimaksud dengan mobilisasi bukan itu tetapi dengan cara yang benar.
3.
Menstrukturkan
Isu (Isu stracturing) : seharusnya dalam suatu parpol memiliki analis
khusus isu-isu yang berkembang yang harus melakukan pengkajian isu untuk
menstrukturkan isu-isu umum tersebut. Misal isu yang berkembang adalah korupsi
maka apa yang harus dilakukan parpol untuk menanggulangi korupsi tersebut. Lalu
menawarkan program untuk menyelesaikan atau menanggulangi isu tersebut kepada
pemerintah. Hal ini tidak hanya harus dilakukan di tingkat nasional saja namun,
di tingkat lokal/daerah juga.
4.
Mewakili
beragam organisasi sosial : dalam pemilu yang ikut hanya
politik sedangkan ormas itulah yang mewakili masyarakat. Nhah partai politik
tadi harus mampu menampung dan mendukung ormas-ormas. Karena ormas yang
menyuarakan apa yang terjadi dalam masyarakat. Ormas seharusnya dijadikan
background informasion.
5. Agregasi kepentingan :
seharusnya ketika turun kebawah parpol itu bertanya
kepada masyarakat dan dilaporkan ketika rapat dewan.
6.
Pembentuk
dan Pendukungan terhadap pemerintah : yang membentuk pemerintahan adalah parpol. Jika presiden SBY maka yang
membentuk adalah SBY dan demokratnya. Pandangan pemimpin sangat menentukan,
yang menjadi pertimbangan adalah perkembangan zaman/kehidupan masa sekarang dan
lima tahun mendatang. Dia berhak menentukan siapa yang akan duduk di kursi
pemerintahan. Dia juga berhak untuk mengurangi atau menambah
lembaga/instansi/departemen, dll sesuai dengan perkembangan atau tuntutan
keadaan. Sedangkan partai yang kalah harus sportif dan mendukung kebijakan
parpol terpilih. Bukan malah menjatuhkan parpol terpilih.
7.
Integrasi
sosial : parpol harus mampu mencari
solusi untuk menyelesaikan konflik. Bukan sebaliknya jika ada konflik
justru parpol yang ada dibaliknya.
No comments:
Post a Comment